Wednesday, December 9, 2015

Tawuran Antar Pelajar




BAB I
PENDAHULUAN

  1. A.    Latar Belakang
Maraknya tingkah laku agresif akhir-akhir ini yang dilakukan kelompok remaja kota merupakan sebuah kajian yang menarik untuk dibahas. Perkelahian antar pelajar yang pada umumnya masih remaja sangat merugikan dan perlu upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi. Masalah yang lebih menarik lagi adalah para pelajar SLTA di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia sering tawuran dan seolah-olah bangga dengan perilakunya tersebut.
          Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Perkembangan teknologi yang terpusat pada kota-kota besar mempunyai korelasi yang erat dengan meningkatnya perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja kota. Banyaknya tontonan yang menggambarkan perilaku agresif dan games yang bisa dimainkan di play station atau komputer diduga bisa mempengaruhi perilaku. Inti dari pengaruh kelompok terhadap agresivitas pelajar di kota besar seperti Jakarta atau terhadap agresivitas antar etnik di Bosnia Herzegovina adalah sama, yaitu identitas kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain.
  1. B.     Rumusan Masalah
    1. Bagaimana Dinamika Tawuran antar Pelajar pada saat sekarang ini?.
    2. Bagaimana Tawuran dilihat dari Segi Psikologis dan Sosiologis ?.
    3. Bagaimana Kekerasan dalam Pendidikan pada masa sekarang?.
    4. Apa saja Sebab-Sebab Tawuran antar Pelajar itu?.
    5. Bagaimana Solusi Pemberantasan Tawuran?.
    6. Apakah Akibat-Akibat Tawuran antar Pelajar itu?.
    7. Apa saja Faktor-Faktor pada diri anak yang terlibat tawuran?.
    8. Apakah Hal yang diharapkan dari solusi yang disampaikan?.

  1. C.    Tujuan
    1. Mengetahui Dinamika Tawuran antar Pelajar pada saat sekarang ini.
    2. Mendiskripsikan Tawuran dilihat dari Segi Psikologis dan Sosiologis.
    3. mengetahui  Kekerasan dalam Pendidikan pada masa sekarang.
    4. Menjelaskan Sebab-Sebab Tawuran antar Pelajar.
    5. Mengetahui Solusi Pemberantasan Tawuran.
    6. Apakah Akibat-Akibat Tawuran antar Pelajar .
    7. Apa saja Faktor-Faktor pada diri anak yang terlibat tawuran.
    8. Apakah Hal yang diharapkan dari solusi yang disampaikan.

  1. D.    Manfaat
     Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai pembuka cakrawala bagi semua kalangan baik pemerintah, masyarakat maupun keluarga untuk dapat bekerja sama dalam menyiapkan kader-kader dan generasi bangsa, untuk mengurangi tingginya tingkat agresivitas maupun kenakalan remaja khususnya pada perkelahian massal yang kerap kali dilakukan oleh para remaja kota. Memberikan solusi dan pengetahuan bagi para pembaca.

  1. E.     Metode Penulisan
            Dalam membahas makalah ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Metode penelitian kepustakaan adalah penelitian yang mengutamakan penggunaan perpustakaan sebagai tempat untuk mendapatkan informasi-informasi atau data-data melalui buku-buku.



BAB II
KAJIAN TEORITIS

Tawuran antar pelajar bisa dimasukkan dalam beberapa kategori, antara lain: perilaku agresif, penyimpangan, kenakalan remaja, dan perkelahian massal.
  1. A.    Perilaku agresif
Secara sepintas setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak orang lain dapat disebut sebagai perilaku agresif. Peran kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan dianggap agresif (jika diberi atribusi internal) atau tidak agresif (dalam hal atribusi eksternal). Dengan atribusi internal yang dimaksud adalah adanya niat, intensi, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Dalam atribusi eksternal, perbuatan dilakukan karena desakan situasi, tidak ada pilihan lain, atau tidak disengaja (Sartono, 2002).
Pengaruh kelompok terhadap perilaku agresif, antara lain adalah menurunkan hambatan dari kendali moral. Selain karena faktor ikut terpengaruh, juga karena ada perancuan tanggung jawab (tidak merasa ikut bertanggung jawab karena dikerjakan beramai-ramai), ada desakan kelompok dan identitas kelompok (kalau tidak ikut dianggap bukan anggota kelompok), dan ada deindividuasi (identitas sebagai individu tidak akan dikenal) (Staub dalam Kartono, 1986).
Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 1980).
  1. B.     Penyimpangan
Deviasi/penyimpangan diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral/ciri-ciri karakteristik rata-rata populasi. Konsep deviasi hanya berarti apabila ada deskripsi dan pembahasan yang tepat mengenai norma sosial. Sedangkan norma sendiri berati kaidah aturan pokok, ukuran, kadar atau patokan yang diterima secara utuh oleh masyarakat guna mengatur kehidupan dan tingkah laku sehari-hari agar hidup terasa aman dan menyenangkan. Norma sosial adalah batas-batas dari variasi tingkah laku yang secara eksplisit dan implisit dimiliki dan dikenal secara retrospektif oleh anggota suatu kelompok.
  1. C.    Kenakalan remaja
Istilah kenakalan remaja (juvenile deliquency) mengacu kepada rentang suatu perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Demi tujuan-tujuan hukum, dibuat suatu perbedaan antara pelanggaran-pelanggaran indeks (index offenses) dan pelanggaran-pelanggaran status (status offenses). Pelanggaran-pelanggaran indeks adalah tindakan kriminal, baik yang dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa. Tindakan-tindakan itu meliputi perampokan, penyerangan dengan kekerasan, pemerkosaan, pelacuran, dan pembunuhan. Pelanggaran-pelanggaran status adalah tindakan-tindakan yang tidak terlalu serius seperti lari dari rumah, bolos dari sekolah, dan ketidakmampuan mengendalikan diri.
  1. D.    Perkelahian massal
Inti dari pengaruh kelompok terhadap agresivitas pelajar di kota besar seperti Jakarta atau terhadap agresivitas antar etnik di Bosnia Herzegovina adalah sama, yaitu identitas kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain (Indrakusuma dan Denich dalam Kartono, 1886). Faktor-faktor yang mempengaruhi kegemaran berkelahi secara massal dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau faktor eksogen dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang atau pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja. Faktor eksternal terdiri atas: faktor keluarga, lingkungan sekolah, dan miliu.




BAB III
PEMBAHASAN

  1. A.  Dinamika Tawuran antar Pelajar
Tawuran pelajar adalah kejahatan yang biasanya di kota-kota besar. Mereka (pelajar)bergerombol/ berkumpul di tempat-tempat keramain (halte, mall-mall, jalan-jalan protokol) siap mencari lawannya, tetapi tak jarang sasaran mereka justru pelajar sekolah yang tidak pernah ada masalah dengan sekolahan mereka. Dengan berpura-pura menanyakan nama seseorang yang mereka cari, dengan beraninya merampas atau meminta uang dengan paksa kepada pelajar yang mereka temui. Dengan berbekal senjata tajam, gier, rantai, dan alat pemukul mereka siap mencari sasaraan dan melakukan tindak kekerasan. Para pelajar ini menurunkan kebiasan buruknya kepada adik-adik kelasnya, sementara mereka sudah naik satu jenjang menjadi mahasiswa. Dengan berbekal pengalaman tawuran ini, jadilah mahasiswa yang memiliki bibit-bibit kekerasan. Dengan perkembangan aktivitas kampus, maka mereka kerap mendompleng nama reformasi untuk bisa berbuat tindak kekerasan dan memicu terjadinya konflik dengan aparat keamanan.
Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, mahasiswa tawuran bukan saja antar kampus tetapi terjadi juga di dalam satu kampus. Ini bisa terjadi karena kebiasaan buruk mereka sebelum menjadi mahasiswa. Bibit-bibit kekerasan sudah tertanam begitu dalam sebelum mereka melangkah ke jenjang mahasiswa.
Kembali lagi kepada latar belakang, mengapa pelajar begitu mudah untuk melakukan tindak kekerasan tawuran, inilah penyimpangan-penyimpangan yang tumbuh subur pada diri para pelajar. Mereka beralasan karena solidaritas pertemanan, di sinilah kekeliruan awal yang harus cepat dibetulkan sehingga tidak berkembang menjadi suatu kebutuhan untuk melakukan tawuran ini. Remaja atau generasi muda berada dalam dua paradigma yang saling bertolak belakang. Di satu sisi remaja dianggap sebagai usia potensial di mana mereka mempunyai kelebihan energi, berpikir tanggap, tangkas dan bermotivasi kuat. Di sisi lain masa remaja diasosiasian sebagai sumber keributan, sumber pemasalahan sosial, dan pertikaian.
Anak-anak pelajar adalah remaja harapan bangsa, yang akan menggantikan para pemimpin bangsa ini. Peran sekolah, lingkungan, orangtua dan pemerintah merupakan satu kesatuan yang harus bertanggung jawab dan bekerjasama dengan baik untuk menanggulangi permasalahan ini. Dengan adanya kerjasama, baik lingkungan pendidikan, orangtua dan pemerintah akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah ini. Kementrian Pendidikan agar selalu menekankan sekolah-sekolah untuk berkomunikasi aktif dengan orang tua siswa dan pemerintah sendiri agar bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan untuk membuat kebijakan-kebijakan dan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dan selalu melakukan evaluasi secara kontinyu.
Berikan motivasi pelajar-pelajar dengan menggerakkan mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi agar mau membimbing dan berinteraksi sehingga bisa merubah pola pandang mereka untuk berbuat yang terbaik bagi dirinya, orang tuanya dan nama baik sekolah mereka.

  1. B.  Tawuran dari Segi Psikologis dan Sosiologis
Faktor psikologis amatlah signifikan berperan dalam hidup seorang muda. Analisis dari segi psikologis ini akan dibagi ke dalam dimensi perkembangan kognitif, moral, dan identitas. Menurut Jean Piget, psikolog yang mengembangkan teori perkembangan kognitif, kaum muda dimasukkan dalam tahap pemikiran formal-operasional (formal-operational thought). Pada masa ini, mereka mencoba menyusun hipotesa dan menguji berbagai alternatif pemecahan masalah hidup sehari-hari. Kini, ia makin menyadari keberadaan masalah-masalah disekelilingnya. Salah satunya, bagaimana membuktikan kesetiakawanan. Konsekuensi logis sesuai perkembangan kognitifnya mengatakan supaya ia mengikuti segala aturan kelompok, walaupun aturan kelompok itu negatif, misalnya tawuran. Ini adalah salah satu bentuk uji coba pemecahan masalah mereka.
Kohlberg, psikolog yang mengembangkan teori moral, mengklasifikasikan kaum muda dalam tahap konvensional. Pada masa ini, seorang muda mulai sadar adanya tuntutan dari luar dirinya, terutama teman-temannya. Secara lebih khusus, Kohlberg mengkelompokkan kaum muda pada tingkat perkembangan moral keempat: orientasi hukum dan ketertiban (law and order orientation). Usaha-usaha konformitas mendominasi dirinya; bagaimana ia dapat menjalankan tugas kelompoknya dengan sebaik-baiknya, walaupun itu negatif, tawuran, misalnya. Baginya, ikut tawuran adalah pertimbangan moral yang paling tepat.
     Menurut teori perkembangan kepribadian Erikson, seorang muda akan memasuki masa kekaburan identitas. Ia menjadi sadar bahwa dunia yang didiaminya kompleks; jawaban-jawaban yang diperolehnya pada masa kecil kini tidak memadai. Pertanyaan who am I semakin menguat. Selanjutnya, Richard Logan, mengutarakan bahwa pada masa ini, akan ada suatu mekanisme pertahanan untuk mengurangi kecemasan yang timbul akibat kekaburan identitas, yaitu munculnya identitas negatif. Identitas negatif ini akan menjadi pelarian dan barang pengganti atas kecemasan akan kekaburan identitas yang dialaminya. Salah satu bentuk identitas negatif adalah tawuran itu.
Robert Selman, yang mengembangkan teori perkembangan penalaran sosial (social reasoning) dan interpersonal mengelompokkan kaum muda ke dalam tingkat penalaran sosial keempat, yaitu pengambilan pandangan yang dalam dan simbolis (indepth and societal-symbolic perspective thingking).
Kaum muda tidak hanya mahluk individu, melainkan juga mahluk sosial. Karenanya, faktor-faktor sosiologis juga berperan signifikan dalam pembentukan pribadi seorang muda. Kaum muda sekarang adalah jeunesse d’ore (kaum muda emas). Bila ditelusuri, kaum muda yang usianya 15-18 tahun itu lahir pada tahun 1984-1987. Pada rentang tahun itu, ORBA sedang gencar-gencarnya menjalankan program KB dengan mottonya: keluarga kecil sejahtera. Jadi, kaum muda sekarang umumnya berasal dari keluarga yang relatif kecil. Di satu sisi memang baik, tapi, mereka tidak memiliki pengalaman berinteraksi dengan banyak macam pribadi dalam keluarga. Berbeda dengan keluarga generasi sebelumnya yang bisa mencapai belasan orang dalam satu keluarga, umumnya, keluarga mereka terdiri dari empat hingga lima orang. Jadi, mereka hanya bisa berinteraksi dengan maksimal tiga hingga empat orang. Perlu diingat bahwa pendidikan keluarga amat dominan dalam pembentukkan pribadi hingga usia 12-13 tahun. Pengalaman yang miskin interaksi ini, mau tidak mau, akan berpengaruh pada ketika ia memasuki masa muda. Bisa jadi, orang muda ini belum mampu membina interaksi dan menyikapi masalah-masalah dalam interaksi sosial, sehingga berakhir pada tindakan yang tidak bijaksana, tawuran misalnya.
Kaum muda jaman sekarang hidup di dalam masa globalisasi. Ada dua sifat menonjol dalam masa ini, yaitu keterbukaan dan kebebasan. IPTEK yang berkembang dengan begitu pesat membuat dunia yang tadinya tampak luas kini terasa sempit. Fenomena alam yang tadi dianggap magis kini terkuak dan bisa dijelaskan secara logis. Arus informasi dari yang ideal dan luhur hingga yang bejat dan porno dapat diakses oleh kaum muda dengan mudah. Kebebasan juga cenderung berlebihan sekarang. Puluhan media masa lahir, dari yang bermutu tinggi hingga yang hanya mengandalkan gambar wanita berpakaian minim. Jalan dialog damai ditinggalkan, jalan pintas yaitu demonstrasi terjadi di mana-mana. Dalam masa ini, batas-batas tertentu, kebebasan diperlukan, namun, ketika kebebasan diartikan sebagai kebebasan tanpa batas, demokrasi menjadi anarkis, kedisiplinan diremehkan, nilai kebebasan jatuh. Di sisi lain, kaum muda ini belum memiliki pegangan moral yang kuat untuk menyaring informasi dan mengolah kebebasan itu. Karenanya, berbagai informasi dan pemenuhan kebutuhan yang negatif dengan mudah meracuni mereka. Budaya kekerasan yang diexpose oleh berbagai media dengan mudah berakar dalam diri mereka. Inilah titik tolak munculnya benih-benih budaya kekerasan yang akan mereka wujudkan dalam tawuran, misalnya. Jika keseluruhan analisis di atas dirangkum, semuanya mengarah pada jiwa-jiwa yang gelisah. Gelisah karena perubahan psikologis yang belum pernah dialami sebelumnya; membingungkan sekaligus menegangkan. Gelisah karena menyadari faktor-faktor sosiologis yang kini amat terasa dalam kehidupannya.
Tindak kekerasan tak pernah diinginkan oleh siapapun, apalagi di lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara edukatif. Namun tak bisa ditampik, di lembaga ini ternyata masih sering terjadi tindak kekerasan. Di Surabaya, seorang guru oleh raga menghukum lari seorang siswa yang terlambat datang beberapa kali putaran. Tapi karena fisiknya lemah, pelajar tersebut tewas. Dalam periode yang yang tidak berselang lama, seorang guru SD Lubuk Gaung, Bengkalis, Riau, menghukum muridnya dengan lari keliling lapangan dalam kondisi telanjang bulat. Dan contoh lainnya seperti seorang pembina pramuka bertindak asusila terhadap siswinya saat acara kemping. Selain hal tersebut, banyak lagi kasus kekerasan pendidikan masih mewarnai wajah pendidikan kita.Dalam melihat fenomena ini, beberapa analisa bisa diajukan: pertama, kekerasan dalam pendidikan muncul akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman, terutama fisik. Jadi, ada pihak yang melanggar dan pihak yang memberi sanksi. Bila sanksi melebihi batas atau tidak sesuai dengan kondisi pelanggaran, maka terjadilah apa yang disebut dengan tindak kekerasan. Tawuran antar pelajar atau mahasiswa merupakan contoh kekerasan ini. Selain itu, kekerasan dalam pendidikan tidak selamanya fisik, melainkan bisa berbentuk pelanggaran atas kode etik dan tata tertib sekolah. Misalnya, siswa membolos sekolah dan pergi jalan-jalan ke tempat hiburan.
Pribadi setiap manusia pada fitrahnya adalah sosok yang berbudi mulia. Hanya saja, benturan-benturan berupa brainstorming oleh faktor-faktor eksternal, membuat pribadi manusia mengalami proses transformasi diri. Sudah barang tentu, proses transformasi tersebut dapat menjurus ke arah positif atau negatif.
Terkait dengan kepribadian diri tersebut, permasalahan kronis generasi muda sekarang adalah terjadinya “split personality”. Kondisi ini merupakan fenomena hilangnya integrasi antara otak dan hati. Misalnya tawuran. Hati sebenarnya mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mendatangkan output negatif dan destruktif. Tetapi otak lebih berkuasa dengan luapan ego emosional yang seakan tak kuasa dipendam. Maka terjadilah perilaku brutal pelajar, yang acap kali meresahkan warga.
Tak dapat dipungkiri bahwa dalam tataran global maupun lokal, terdapat semacam sindrom keangkuhan dikalangan para pelajar. Sindrom keangkuhan ini identik dengan trend gang-isasi, yakni pembentukan komunitas-komunitas yang bercorak ekstrem.

  1. C.  Kekerasan dalam Pendidikan
Untuk memotret persoalan ini, perlu ditelaah terlebih dahulu kondisi pendidikan dewasa ini, yakni kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan faktor internal yang berpengaruh langsung bagi perilaku para pelajar/ mahasiswa beserta pendidiknya, termasuk perilaku kekerasan. Sedangkan kondisi eksternal adalah kondisi non-pendidikan yang merupakan faktor tidak langsung bagi timbulnya potensi kekerasan dalam pendidikan.
Merujuk kepada kondisi internal, sejauh ini dijumpai kesenjangan (discrepancy, gap) yang cukup dalam antara upaya pemerintah dalam memajukan pendidikan (idealitas) dengan kondisi riil yang terjadi di lapangan (realitas). Diakui bahwa pemerintah telah berupaya memperhatikan masalah pendidikan nasional sejak awal kemerdekaan, era Orde Baru hingga saat ini.
Sedangkan kondisi eksternal terutama tampak dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat, di mana pelaku pendidikan berada di dalamnya. Sejauh ini masalah narkoba, pornografi, miras, dan pergaulan bebas, serta tindak kriminal, merupakan masalah sosio-kultural yang sebagian ditemukan melibatkan pelaku yang terkait dengan simbol dan citra pendidikan.

  1. D.  Sebab-Sebab Tawuran antar Pelajar
Tawuran adalah suatu tindakan anarkis yang dilakukan oleh dua kelompok dalam bentuk perkelahian masal di tempat umum sehingga menimbulkan keributan dan rasa ketakutan (teror) pada warga yang ada di sekitar tempat kejadian perkara tawuran. Tawuran bisa terjadi antar pelajar sekolah, antar mahasiswa kampus, antar warga, antar pendukung / suporter, antar pemeluk agama, antar suku, dan bisa juga antara warga dengan pelajar, antara pendukung parpol dengan polisi dan lain sebagainya.
Tawuran yang paling sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari adalah tawuran pelajar sekolah. Tawuran antar murid sekolah biasanya terjadi karena berbagai hal, sebab-sebab terjadinya tawuran diantaranya yaitu:
1)        Budaya atau kebiasaan murid sekolah dari dulu
2)        Saling pelotot-pelototan antar pelajar sekolah
3)        Saling ejek-mengejek antar pelajar sekolah
4)        Ingin balas dendam karena ada yang diganggu
5)        Keributan imbas dari suatu pertandingan atau perlombaan, dll
Tawuran pelajar yang sudah menjadi budaya akan sulit diberantas karena siswa siswi yang bandel akan menjadi provokator tawuran dan memaksa teman-temannya serta adik kelas untuk ikut ambil bagian dalam tawuran antar pelajar. Bagi yang tidak ikut tawuran biasanya akan dimusuhi, dikerjai, dimaki-maki, diejek, difitnah, bahkan bisa diperlakukan kasar dari para pelajar nakal.

  1. E.  Solusi Pemberantasan Tawuran
Sebenarnya ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk memberantas tawuran pelajar dari muka bumi indonesia, yaitu seperti :
1)    Membuat Peraturan Sekolah Yang Tegas
Bagi siswa siswi yang terlibat dalam tawuran akan dikeluarkan dari sekolah. Jika semua siswa terlibat tawuran maka sekolah akan memberhentikan semua siswa dan melakukan penerimaan siswa baru dan pindahan. Setiap pelajar siswa siswi harus dibuat takut dengan berbagai hukuman yang akan diterima jika ikut serta dalam aksi tawuran. Bagi yang membawa senjata tajam dan senjata khas tawuran lainnya juga harus diberi sanksi.
2)    Memberikan Pendidikan Anti Tawuran
Pelajar diberikan pemahaman tentang tata cara menghancurkan akar-akan penyebab tawuran dengan melakukan tindakan-tindakan tanpa kekerasan jika terjadi suatu hal, selalu berperilaku sopan dan melaporkan rencana pelajar-pelajar badung yang merencanakan penyerangan terhadap pelajar sekolah lain. Jika diserang diajarkan untuk mengalah dan tidak melakukan serangan balasan, kecuali terpaksa.
3)    Kolaborasi Belajar Bersama Antar Sekolah
Selama ini belajar di sekolah hanya di situ-situ saja sehingga tidak saling kenal mengenal antar pelajar sekolah yang satu dengan yang lainnya. Seharusnya ada kegiatan belajar gabungan antar sekolah yang berdekatan secara lokasi dan memiliki kecenderungan untuk terjadi tawuran pelajar. Dengan saling kenal mengenal karena sering bertemu dan berinteraksi maka jika terjadi masalah tidak akan lari ke tawuran pelajar, namun diselesaikan dengan cara baik-baik.
4)    Membuat Program Ekstrakurikuler Tawuran
Diharapkan setiap sekolah membuat ekskul konsep baru bertema tawuran, namun tawuran pelajar yang mendidik, misalnya tawuran ilmu, tawuran olahraga, tawuran otak, tawuran dakwah, tawuran cinta, dan lain sebagainya yang bersifat positif. Tawuran-tawuran ini sebaiknya bukan bersifat kompetisi, tetapi bersifat saling mengisi dan bekerjasama sehingga bisa bergabung dengan ekskul yang sama di sekolah lain.
5)    Siswa diarahkan ke hal hal positif dengan diberikan tanggungjawab
Dengan diberi tanggungjawab siswa diharapkan mempunyai sebuah beban yang harus mereka pikul dan untuk kemudian membawanya ke aktifitas yang positif seperti OSIS, Pramuka, PMR, dll.
6)    Orang tua memberikan perhatian yang semestinya kepada anak
Untuk mencegah adanya miss comunication maka peran orang tua dalam hal ini yaitu memberikan perhatian kepada anak, orang tua juga harus memberikan keterbukaan kepada anak untuk tidak segan menyatakan keluh kesahnya kepada orang tua baik jika terdapat masalah maupun hal yang menggembirakan. Sehingga orang tua dapat secara tidak langsung mengontrol emosi siswa agar tetap stabil dan tidak mudah lari ke hal yang negatif seperti tawuran.
7)   Instituti dan orang tua jangan terlalu menekan siswa dengan berbagai peraturan yang berlebihan
Pihak – pihak yang secara langsung berhubungan dengan anak sepatutnyalah harus bisa berinteraksi tanpa harus memberi tekanan yang berlebih seperti suatu pencapaian prestasi dan telalu ketatnya sebuah peraturan sehingga anak tidak bisa menyalurkan bakat kreatifitasnya sehingga mencari tempat di mana mereka bebas menyalurkan aspirasinya tanpa harus ada tekanan dengan melakukan hal-hal yang negatif.
8)   Lingkungan masyarakat perlu dibangun sarana organisasi yang menampung aspirasi & semangat muda
Lingkungan masyarakat yang menjadi lingkungan yang secara langsung berinteraksi dengan anak, maka dalam lingkungan tersebut haruslah tersedianya saran dimana anak dapat menyalurkan ide, gagasan, kreatifitas dan emosi yang membangun sehingga tercipta suatu bentuk kegiatan yang positif yang dapat menjauhkannya ke hal yang negatif. Seperti sebuah lembaga organisasi yang legal dari pemerintah sekitar.

Dengan berbagai terobosan-terobosan baru dalam hal kegiatan menanggulangi tawuran pelajar antar sekolah secara perlahan akan menciptakan persepsi di mana tawuran itu adalah kegiatan yang sia-sia sehingga tidak layak ikut serta. Sehingga secara berkelanjutan permasalahan tawuran akan menghilang atau setidaknya berkurang dan lama-kelamaan tawuran akan segera punah dari dunia pelajar indonesia.

  1. F.   Akibat-Akibat Tawuran antar Pelajar
Akibat tawuran antar pelajar akan terjadi beberapa masalah baru diantara seperti:
  1. a.    Rusaknya fasilitas umum
Rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Kerugian semacam ini sangat terasa di Jakarta. Banyak tawuran pelajar terjadi di tempat-tempat umum, seperti jalan raya, bus, dan halte. Tawuran antar pelajar tentu sangat merugikan orang lain terutama fasilitas umum yang berada disekitar tempat kejadian tawuran. Misalnya kendaraan umum, halte, gedung-gedung, dan lain-lainnya.
  1. b.   Terganggunya proses belajar di sekolah
Masalah tawuran ini tentunya juga akan berimbas pada proses belajar mengajar di sekolah. Pihak sekolah yang terkait akan meliburkan proses belajar mengajar yang dilakukan sehingga akan merugikan siswa-siswa yang tidak ikut serta dalam tawuran. Selain itu juga dengan kejadian ini akan menimbulkan kerugian bagi pihak sekolah yaitu tercemarnya nama baik karena ulah siswanya yang berandalan. Tawuran pelajar juga membuat terganggunya kegiatan-kegiatan di sekolah yang selalu was-was jika diserang sekolah lain, akibatnya kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler ditiadakan untuk menghindari tawuran.
  1. c.    Adanya korban tewas/luka-luka
Pelajar dan keluarga yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif bila mengalami cedera atau bahkan tewas.Dalam bentrok atau tawuran ini adanya korban luka-luka sangat sulit dihindarkan. Hal ini tentu sangat merugikan mereka sendiri, meskipun begitu hal terburuk yang mungkin terjadi dalam tawuran antar pelajar yaitu adanya korban tewas. Sesuatu hal yang tidak pernah diharapkan oleh pihak manapun.
  1. d.   Terganggu secara psikologis
Dengan kejadian tawuran ini siswa akan terganggu secara psikologis seperti perasaan ketakutan, tidak percaya diri, merasa diasingkan, dan selalu mencurigai. Hal ini tentu akan sangat mengganggu siswa yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-harinya.
  1. e.    Berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi
Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar tersebut belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Sehingga dalam hal ini siswa akan cenderung acuh, tidak perduli dengan orang lain, egois, tidak disiplin dan lain-lain.

G. Faktor-Faktor pada diri anak yang terlibat tawuran
Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi seorang anak ikut serta dalam tawuran. Faktor-faktor diantaranya yaitu :
  1. a.    Berasal dari keluarga kecil
Keluarga kecil yang hanya beranggotakan maksimal 4 orang anggota keluarga memang sudah menjadi program yang menjadi program pemerintah dari zaman dulu hingga sekarang. Namun keluarga kecil dapat menimbulkan kekurangan perhatian pada seorang anak sehingga anak akan cenderung mencari perhatian dari luar dalam keluarganya.
  1. b.   Berasal dari keluarga berantakan
Mereka yang mengalami keluarga yang berantakan, misalnya orang tua yang bercerai, saudara selalu bertengkar, berperangai buruk, dsb. akan mengalami luka batin. Keberadaan luka batin ini dapat merusak pembentukan kepribadian seorang muda yang kemudian mencari sebuah ketenangan diluar.
  1. c.    Buruknya sistem dalam kebijakan pendidikan yang berlaku
Kekerasan dalam pendidikan bisa diakibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Muatan kurikukum yang hanya mengandalkan kemampuan aspek kognitif dan mengabaikan pendidikan afektif menyebabkan berkurangnya proses humanisasi dalam pendidikan
  1. d.   Faktor keluarga
1)   Baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah tangga
2)    Perlindungan lebih yang diberikan orang tua
3)   Penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagi ayah dan ibu
4)    Pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal, asusila
  1. e.    Faktor lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, di antaranya adalah:
1)    Tanpa halaman bermain yang cukup luas
2)    Tanpa ruangan olah raga
3)    Minimnya fasilitas ruang belajar
4)    Jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat
5)    Ventilasi dan sanitasi yang buruk dan lain sebagainya
  1. f.     Faktor miliu
Lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan remaja.
Dari semua hal di atas dapat dianalisa beberapa predikator kenakalan meliputi identitas (identitas negatif), pengendalian diri (derajat rendah), usia (telah muncul pada usia dini), jenis kelamin(laki-laki), harapan-harapan bagi pendidikan (harapan-harapan yang rendah, komitmen yang rendah), nilai rapor sekolah (prestasi yang rendah pada kelas-kelas awal), pengaruh teman sebaya (pengaruh berat, tidak mampu menolak), status sosial ekonomi (rendah), peran orang tua (kurangnya pemantauan, dukungan yang rendah, dan disiplin yang tidak efektif), dan kualitas lingkungan (perkotaan, tingginya kejahatan, tingginya mobilitas).

  1. H.      Hal yang diharapkan dari solusi yang disampaikan
Beberapa pernyataan solusi yangtelah diajukan dan dibahas maka dalam hal ini akan diharapkan terjadinya suatu hal timbal balik yang akan terjadi yaitu :
  1. Siswa lebih disiplin dan terkontrol
  2. Prestasi akademik meningkat
  3. Terjadinya toleransi antar pelajar sekolah
  4. Tercipta suatu keharmonisan antar pelajar sekolah
  5. Lebih kreatif dalam kewajibannya sebagai pelajar



BAB IV
PENUTUP

  1. A.    Kesimpulan
     Tawuran pelajar adalah kejahatan yang biasanya di kota-kota besar dan biasanya didasari karena alasan solidaritas. Anak-anak pelajar adalah remaja harapan bangsa, yang akan menggantikan para pemimpin bangsa ini. Peran sekolah, lingkungan, orangtua dan pemerintah merupakan satu kesatuan yang harus bertanggung jawab dan bekerjasama dengan baik untuk menanggulangi permasalahan ini. Dengan adanya kerjasama, baik lingkungan pendidikan, orangtua dan pemerintah akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah ini.
Pribadi setiap manusia pada fitrahnya adalah sosok yang berbudi mulia. Hanya saja, benturan-benturan berupa brainstorming oleh faktor-faktor eksternal, membuat pribadi manusia mengalami proses transformasi diri. Sudah barang tentu, proses transformasi tersebut dapat menjurus ke arah positif atau negatif.

sebab-sebab terjadinya tawuran diantaranya yaitu:
1)   Budaya atau kebiasaan murid sekolah dari dulu
2)   Saling pelotot-pelototan antar pelajar sekolah
3)   Saling ejek-mengejek antar pelajar sekolah
4)   Ingin balas dendam karena ada yang diganggu
5)   Keributan imbas dari suatu pertandingan atau perlombaan, dll

Solusi Pemberantasan Tawuran:
1)   Membuat Peraturan Sekolah Yang Tegas
2)   Memberikan Pendidikan Anti Tawuran
3)   Kolaborasi Belajar Bersama Antar Sekolah
4)   Membuat Program Ekstrakurikuler Tawuran
5)   Siswa diarahkan ke hal hal positif dengan diberikan tanggungjawab
6)   Orang tua memberikan perhatian yang semestinya kepada anak
7)   Instituti dan orang tua jangan terlalu menekan siswa dengan berbagai peraturan yang berlebihan
8)   Lingkungan masyarakat perlu dibangun sarana organisasi yang menampung aspirasi & semangat muda

Akibat-Akibat Tawuran antar Pelajar
  1. Rusaknya fasilitas umum
  2. Terganggunya proses belajar di sekolah
  3. Adanya korban tewas/luka-luka
  4. Terganggu secara psikologis
  5. Berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi

Faktor-Faktor pada diri anak yang terlibat tawuran:
  1. Berasal dari keluarga kecil
  2. Berasal dari keluarga berantakan
  3. Buruknya sistem dalam kebijakan pendidikan yang berlaku
  4. Faktor keluarga
  5. Faktor lingkungan sekolah
  6. Faktor miliu

Hal-hal yang diharapkan dari solusi yang disampaikan:
  1. Siswa lebih disiplin dan terkontrol
  2. Prestasi akademik meningkat
  3. Terjadinya toleransi antar pelajar sekolah
  4. Tercipta suatu keharmonisan antar pelajar sekolah
  5. Lebih kreatif dalam kewajibannya sebagai pelajar

  1. B.     Saran
Dalam hal ini pembinaan dan bimbingan baik dari pihak orang tua maupun sekolah harus lebih berperan aktif dalam menanggulangi aksi tawuran antar pelajar. Pada pihak orang tua harus lebih intensif dalam memberikan arahan baik yang bersifat mendidik maupun yang bersifat pengajaran mengenai nilai dan moral bagi anak. Pihak sekolah pun dalam hal ini juga tidak kalah penting peranannya dalam pendidikan karakter anak dan adapun anak berkarakter tidak sesuai dengan yang diharapkan maka kerjasama dalam perbaikan karakter siswa adalah tugas bersama. Pihak masyarakat dan pemerintah daerah pun sangat dibutuhkan peranannyadalam pengawasan di sekitar lingkungan sekolah maupun ditempat umum.

 

DAFTAR PUSTAKA

http://wikipedia.com/



















Lampiran
SESI DISKUSI
NO.
PENANYA
PERTANYAAN
1
Winda
Mengapa anak-anak nakal harus dipisahkan?
2
Azhar
Ada kasus, masih ada siswa yang membawa benda tajam ke sekolah padahal di sekolah diajarkan pendidikan karakter. Apa masalahnya?
3
Regina
Ada tawuran yang dilakukan oleh pelajar tetapi dilakukan di luar jam sekolah. Apa solusinya?
4
Aziz
Apakah proses pendidikan sekolah tidak efektif sehingga terjadi tawuran. Apa formulasi pendidikan yang paling tepat untuk menangani tawuran?
5
Agi
Mengapa di STM lebih potensial terjadi tawuran?
6
Fani
Jika ada yang meninggal akibat tawuran. Siapa pihak yang paling bertanggungjawab?
7
Ray
Apakah efektif penangkapan yang dilakukan oleh polisi? Dan selain penangkapan, apa yang dilakukan oleh polisi terhadap pelajar petawur?
8
Dena
Kenapa petawur beraninya jika rame-rame? Apa solusi agar ketika tidak ramai-ramai pun tidak berani melakukan tawuran?
9
Ibu Siti
Masih ada kasus tawuran mahasiswa yang selain tawuran juga merusak fasilitas kampus. Apakah mereka sudah tidak memliliki rasa memiliki terhadap kampus mereka sendiri?


NO.
PENJAWAB
JAWABAN
1
Elita
Karena anak-anak yang sangat nakal biasanya mempunyai pengaruh yang sangat dominan sehingga biasa mempengaruhi teman-temannya. Dan salah satu faktor utama penyebab jahatnya seseorang adalah interaksi dengan orang jahat dan atau lingkungan yang jahat. Maka dari itu pemisahan kelas bukan berarti memberikan label pada anak-anak tersebut melainkan memberikan pengajaran yang berbasis konseling agar mempercepat kepulihan mulai dari cara berpikir, berkomunikasi dan emosi nya lebih membaik dan tidak cepat terprofokasi untuk melakukan hal-hal seperti dulu. Dan jika sudah tidak memiliki masalah lagi maka anak-anak tersebut dikembalikan lagi dalam kelas yang sebelumnya.
2
Novi
Karena guru-gurunya banyak yang tidak profesional. Contohnya seperti guru yang latar belakang sekolahnya mesin misalnya malah mengajar Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu, juga minimnya keteladanan dari guru.
3
Mia
Pihak sekolah bekerjasama dan saling mengingatkan dengan para orangtua siswa bahwa tanggung jawab pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama. Bahkan peran orangtua siswa seharusnya lebih mempunyai peranan dominan dalam mendidik anak karena perbandingan antara jam siswa di sekolah dengan jam siswa di lingkungan rumahnya masih lebih banyak di lingkungan rumahnya.
4
Hamka
Hasil pendidikan dewasa ini sudah cukup bagus. Perihal masih adanya siswa yang gagal menunjukkan karakter baik itu adalah sebuah keniscayaan dan wajar saja. Karena dalam proses mencapai tujuan pasti ada saja peluang untuk berhasil atau gagal. Hanya tentu saja harus ada upaya perbaikan sistem secara terus menerus agar tingkat keberhasilannya terus meningkat. Dan caranya adalah dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas yang objek kajiannya bukan hanya proses belajar mengajar (secara kognitif) saja tetapi juga perkembangan karakter siswa (afektif).
5
Elita
Jika ada pelajar yang meninggal dunia akibat tawuran, pihak yang bertanggungjawab adalah pihak sekolah karena ketika di sekolah, status pihak sekolah adalah orangtua siswa. Sehingga kemudian pihak yangberwajib akan melakukan penyelidikan sesuai dengan prosedur yang telah berlaku dan jika kemudian sudah diketahui siapa pelakunya maka pihak yang berwajib akan menindaklanjuti perkara tersebut dan pelakunya akan dikenakan sanksi pidana yang sesuai ketentuan.
6
Evita
Karena di STM mayoritas pelajarnya berkelamin laki-laki. Dan kecenderungan pada usia pelajar adalah rasa ingin menjadi yang paling hebat untuk mencari atau menunjukkan jati dirinya. Dan cara pelajar laki-laki untuk mengekspresikan hal tersebut biasanya melalui kekerasan fisik. Sedangkan perempuan lebih ke hal yang sifatnya adu gengsi.
7
Mia
Penangkapan yang dilakukan oleh polisi cukup efektif. Karena akan menimbulkan efek jera terhadap pelajar petawur.  Selain penangkapan, yang dilakukan polisi terhadap pelajar petawur adalah menghukum mereka dengan cara membuat malu, misalnya dengan disuruh hanya mengenakan pakaian dalam saja sambil jalan jongkok. Hal seperti ini akan menimbulkan efek malu yang mengakibatkan kejeraan dalam diri siswa tersebut.
8
Eviita
Karena para petawur sebenarnya mempunyai mental yang lemah sehingga beraninya itu kalau rame-rame. Dan biasanya mereka itu ikut tawuran karena takut dianggap banci atau dijauhi oleh teman-temannya. Solusinya adalah orangtua dan guru harus menanamkan pemahaman kepada anaknya agar memprioritaskan prinsip kebaikan daripada teman. Sehingga jika ada teman yang mengajak melakukan keburukan mereka akan menolaknya walaupun beresiko akan diledek atau dijauhi oleh teman-temannya.
9
Novi
Sebenarnya mereka itu tahu bahwa melakukan tawuran dan merusak kampus mereka sendiri itu adalah salah. Tetapi mereka itu mempunyai karakter buruk.
Proses pembentukan karakter itu merupakan proses yang cukup panjang, karakter itu dibentuk oleh kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus. Artinya dilatih. Dalam prakteknya, selau ada saja perang batin antara kebaikan dan keburukan. Nah, orang yang berkarakter buruk itu dalam peperangan batin tersebut biasanya lebih sering memenangkan keburukan. Sehingga jika ingin berubah, dia harus terus berusaha menjaga konsistensi agar kebaikan selalu menjadi pemenang.

Disqus Comments