Wednesday, January 23, 2013

Budaya Malu Masyarakat Jepang


Dari mengamati perilaku kehidupan masyarakat Jepang, sebenarnya tergambar bagaimana sebuah komunitas terdidik terlahir dari suatu sifat dan sikap yang sederhana. Yang pertama mari kita lihat bagaimana orang Jepang mengedepankan rasa “malu”. Fenomena “malu” yang telah mendarah daging dalam sikap dan bu daya masyarakat Jepang  ternyata membawa  implikasi  yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan. Penulis cermati bahawa di Jepang sebenarnya banyak hal baik lain terbentuk dari sikap malu ini, termasuk di dalamnya masalah penghormatan terhadap HAM, masalah  lawenforcement, masalah kebersihan moral aparat, dan sebagainya.
Bagaimana masyarakat Jepang bersikap terhadap peraturan lalu lintas adalah suatu contoh nyata. Orang Jepang lebih senang memilih memakai jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan raya. Bagaimana taatnya mereka untuk menunggu lampu traffic light menjadi hijau,
meskipun di jalan itu sudah tidak ada kendaraan yang  lewat lagi. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian tiket kereta, masuk ke stadion untuk nonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum. Sifat berikutnya adalah masalah  “sopan santun dan menghormati orang lain”. Masyarakat Jepang sangat terlatih refleksnya untuk mengatakan  gomennasai (maaf)  dalam  setiap  kondisi  yang  tidak mengenakkan orang lain. Kalau kita berjalan tergesa-gesa dan menabrak orang Jepang, sebelum kita mengatakan maaf, orang Jepang dengan cepat akan mengatakan maaf kepada kita. Demikian juga apabila  kita bertabrakan sepeda den gan mereka. Tidak peduli siapa yang  sebenarnya pada pihak  yang  salah, mereka akan secara refleks mengucapkan gomennasai (maaf).
Disqus Comments